Pages

Rabu, 23 Februari 2011

Refresh Our Mind, Kisah Rania Menghadapi SNMPTN

Ini cerita tentang seorang siswa Sekolah Menengah Atas, namanya Rania. Dia tinggal di sebuah kota kecil berhawa sejuk di Jawa Timur. Hidupnya sederhana. Uang saku yang diberikan orang tuanya untuk makan siang di sekolah terkadang dia sisihkan untuk membeli buku. Dia memang gemar membaca, sama seperti ayah dan kakaknya yang memiliki rak penuh dengan buku-buku. Untuk soal makan Rania memang bisa kompromi, menahan lapar saat istirahat di sekolah lebih dia pilih demi membeli buku-buku yang menjadi kegemarannya.

Suatu saat Rania membeli sebuah buku untuk meningkatkan motivasinya karena tahun depan dia akan mengikuti ujian masuk universitas dan dia merasa buku motivasi itu akan membantunya meningkatkan semangat. “Ya Allah, semoga buku ini bermanfaat yaaa”, dia berdoa sebelum membayarkan buku itu ke kasir. Sesuai dengan harapannya, setelah membaca buku itu, Rania menjadi semakin semangat belajar. Pulang sekolah dia membuka buku, mengerjakan PR, dan mengerjakan latihan soal untuk SNMPTN. Semangatnya seakan terbakar begitu terus hingga dua bulan menjelang SNMPTN.

Dua bulan terakhir, dia mulai dibingungkan oleh SNMPTN. Ujian Nasional sudah lewat, tinggal satu ujian penentuan ini. Satu ujian yang dikerjakan selama dua hari yang dari ujian itu masa depannya akan ditentukan. Yang membuat Rania bingung adalah jurusan apa yang akan menjadi pilihannya. Orang tuanya ingin Rania melanjutkan ke jurusan kedokteran.

“Supaya kamu bisa menolong orang banyak Nia, sebaik-baik manusia itu kan yang bisa memberi manfaat bagi sesamanya. InsyaAllah kalau Nia niatnya baik, Allah pasti membantu.” Kata ayahnya.

“Semua jurusan itu kan baik Pak. Ya kan disesuaikan minat, bakat, sama kemampuan ekonomi orang tua. Apa bapak yakin, bapak bisa membiayai Nia kalau sekolah di kedokteran? Biaya masuk sama SPP-nya kan mahal Pak. Buku-bukunya tebel, harganya mahal. Nia kalo ke toko buku sering lihat buku kedokteran harganya rata-rata di atas 200 Pak. Butuh bukunya juga banyak.” Kata Rania menanggapi saran ayahnya.

“Ya insyaAllah bisa Nia. Di halaman belakang buku yang baru Nia beli ada tulisannya kan? Man jadda wajada. Orang yang bersungguh-sungguh pasti mendapat kesuksesan. Kalau kita mau, pasti ada jalan. Selama niatnya baik, diiringi dengan usaha dan doa insyaAllah bisa. Bukan perkara berapa banyak penghasilannya nanti, tapi seberapa besar manfaat dan berkahnya. Bapak senang kalau Nia bisa jadi dokter.”

Dalam hatinya memang sering kali terbesit keinginan untuk menjadi dokter. Keinginan yang dia simpan rapat-rapat, tidak pernah dia katakan, baik pada orang tua, teman, maupun guru-guru yang menanyainya. Rania takut, dia bermimpi terlalu tinggi, sedangkan kemampuan akademik dan ekonomi orang tuanya mungkin tidak mencukupi untuk meraih impiannya menjadi mahasiswa kedokteran. Teman-teman sekelasnya cukup banyak yang menargetkan lolos jurusan kedokteran untuk SNMPTN, sementara Rania jika ditanya akan melanjutkan kemana seringkali hanya menjawab “Yaa.. mungkin Pendidikan Kimia atau Pendidikan Biologi”, “Apa ya? Belum kepikiran, nanti lihat-lihat kalau try out aja nyantolnya di mana”, atau “Apa aja yang penting nilai ma keuangan cukup, Teknik Material ITS mungkin”. Memang begitu jawaban dari mulutnya, tapi sebenarnya jauh di dalam hatinya ada keinginan tak terucap untuk melanjutkan ke kedokteran.

Suatu sore menjelang maghrib, ibu Rania sedang menyiapkan makanan dan teh hangat untuk menyambut kepulangan ayah Rania yang bekerja sebagai seorang guru. Di sela-sela persiapan membuat teh itu, ibu Nia tiba-tiba mengatakan,

“Nia, nanti kalau try out di tempat intensif pilih saja pilihan pertamanya kedokteran Unibraw, keduanya terserah Nia, yang penting di Malang. InsyaAllah bisa Nia. Nia kan nilainya bagus, di sekolah juga selalu tiga besar, bapak sama ibu juga mendoakan. InsyaAllah bisa. Yakin Nia, insyaAllah bisa. Bapak sama ibu pingin Nia jadi dokter. Memang sebenarnya hati Nia cenderung ke mana? Bapak sama ibu cuma mengarahkan, selama ini bapak ibu ndak tau Nia maunya di mana, apa sebenarnya Nia sudah punya pilihan sendiri? Ibu insyaAllah ndak maksa nduk”

Rania berusaha menata hatinya mendengar kata-kata ibunya sore itu, dia menjawab “Nia sebenernya ya pingin bu masuk kedokteran. Dari SD Nia pingin jadi dokter. Sampai sekarang pun Nia pingin. Nia pingin jadi dokter bukan karena terpaksa, karena bapak sama ibu mau, tapi Nia memang pingin bu. Ya tapi Nia tau bu, sekolah kedokteran itu mahal, harus pinter juga. Ga cuma sekedar pinter, tapi jadi yang terbaik. Kakak kelas Nia yang bisa masuk FK Unibraw tiap tahun ndak banyak bu, paling banyak dua belas, itu tahun lalu. Berarti kan Nia paling ndak harus jadi dua belas orang terbaik di antara temen-temen yang pingin masuk FK Unibraw. Yang sebenernya paling bikin Nia ga berani berharap ya karena biayanya itu bu, mahal. Bapak sama ibu kan masih punya tanggungan lain, mas Fakhri sama dik Dhea, nanti udah keterima di tengah-tengah takutnya ndak ada biaya”

“Jangan mikir biaya nduk. Yang kamu pikirkan itu belajarnya, minta sama Yang di Atas. Biaya itu urusan bapak sama ibu. Bapak sama ibu pasti usahakan Nia, nanti juga pasti kan ada tawaran beasiswa. Jangan pesimis, itu sama dengan kalah sebelum berperang. Mas Fakhri buktinya, bapak sama ibu ndak ngeluarkan uang buat SPP-nya, masmu dapat beasiswa dari kampus. Buku-buku dia pinjam dari perpustakaan. Nadia juga sekarang ndak terlalu banyak membutuhkan biaya. Bapak sama ibu usaha, mendoakan kamu juga. Kalau kamu bingung sholat istikharoh nduk, biar Allah yang kasih jawaban. Ini kan keputusan besar. Sertakan Allah dalam keputusanmu.”

Tahu keputusan besar akan diambil, dalam kebimbangannya Nia secara istiqomah melakukan sholat istikharoh menjelang tidur. Di sepertiga malam dia mengadu pada Allah, meminta petunjuk, minta diberi yang terbaik untuk diri dan keluarganya. Allah menjadi sahabat curhat terbaiknya. Allah pastilah lebih mengetahui apa yang ada dalam hatinya, bahkan mungkin lebih tahu dibandingkan dia sendiri, namun setiap malam Rania selalu mengadu, memohon pada-Nya. “Ya Allah, Ya Allah Ya Sami’ Ya Basir, Nia mohon supaya Nia bisa membanggakan orang tua Nia, apa pun keputusan-Mu, Nia yakin itu yang terbaik. Ya Allah Ya ‘Alim, Engkau lebih mengetahui apa yang Nia dan keluarga butuhkan. Nia ingin yang terbaik menurut kadar-Mu. Ya Allah Ya Mujib, perkenankan Nia menjadi anak yang berbakti pada orang tua dengan cara-Mu. Ya Allah Ya Hakam, segala keputusan adalah milik-Mu. Kekuasaan-Mu meliputi langit dan bumi. Hamba berserah pada-Mu Ya Allah.”

Tujuh try out berturut-turut Nia berhasil mendapatkan nilai yang cukup untuk lolos kedokteran Unibraw. Beberapa di antaranya bahkan jauh melebihi. Begitu kerasnya usaha Rania hingga terkadang dalam mimpinya pun dia sedang mengerjakan soal ujian masuk. Soal-soal yang dia kerjakan dalam mimpinya itu kadang masih dia ingat hingga bangun tidur. Rania semakin yakin, insyaAllah azzamnya akan tercapai dengan perkenan-Nya. Minggu depan ujian yang sesungguhnya akan dilangsungkan. Selama seminggu ini Nia beristirahat dari rutinitas intensif dan mengerjakan latihan soal. Merilekskan pikiran untuk mengahapi ujian masuk pekan depan.

Tepat tanggal 1-2 Juli 2008, ujian masuk universitas negeri dilangsungkan. Rania mengerjakan soal-soal itu, memulai dan mengakhirinya dengan doa dan harapan semoga diberi yang terbaik oleh-Nya. Selama satu bulan hingga 1 Agustus 2008, Rania tidak memiliki kesibukan apa-apa. Sambil menunggu pengumuman ujian masuk, Rania menyibukkan diri membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah, membaca buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan kota, bertandang ke rumah teman-teman SMA, membantu adiknya mengerjakan PR, hingga mengunjungi kampus impiannya. Seusai sholat maghrib pada tanggal 31 Juli 2008, seorang teman menelpon Rania

“Nia, udah liat pengumuman di internet? Kamu keterima di mana Nia?” kata Anggun, temannya dalam sambungan telepon.

“Lho? Bukannya nanti malam jam 12 ya baru diumumkan?” Jawabnya pada Anggun.

“Udah bisa diliat Nia, aku keterima di Industri ITS. Udah Nia, cepetan kamu buka, sebelum ntar tambah banyak yang buka jadinya lemot. Ntar kabarin aku yaa.. Buruan Nia. Assalamualaykum.” Begitu Anggun mengakhiri sambungan teleponnya.

Nia bergegas menuruni tangga, menyalakan komputer, dan mengetikkan nomor pesertanya pada halaman pengumuman ujian masuk. Beberapa detik hingga halaman pengumuman terbuka. Beberapa detik bagaikan antara hidup dan mati.

Saat terbuka, halaman itu mengabarkan suatu ucapan selamat baginya karena telah lolos menembus pilihan pertamanya, Pendidikan Dokter Universitas Brawijaya. Rania merasa tidak percaya dengan apa yang dia lihat, Rania berusaha meyakinkan diri sekali lagi, dia keluar dari halaman itu, mengetik ulang nomor peserta ujiannya, berharap halaman yang sama memberikan ucapan selamat. Ternyata hasilnya tetap. “Terima kasih ya Allah”, ucapnya seraya melakukan sujud syukur.

“Udah keluar nduk hasilnya?”, tanya ibu Rania yang melihat anaknya meneteskan air mata, bahagia tidak terkira.

“Sudah bu. Ini bu, ini coba lihat. Nia lolos bu. Alhamdulillah Nia lolos.” Kata-kata itu begitu saja keluar dari bibirnya yang gemetaran menerima kabar yang begitu mengguncang hatinya. Sebuah pelukan dihadiahkan sang ibu bagi putri tercintanya. Allah Maha Besar.

Rania menjadi satu dari delapan teman SMA-nya yang berhasil lolos menjadi mahasiwa kedokteran Unibraw. Satu keberuntungan dan satu lagi amanah yang Allah titipkan untuk Rania sore itu. Sore itu, langit yang sudah tidak lagi kemerahan menjadi saksi kebahagiaan Rania dan ibunya. Menjadi saksi dari satu amanah baru yang akan Rania jalani lima tahun ke depan hingga saatnya bertemu dengan-Nya.

-fin-

Kisah Rania di atas terinspirasi dari beberapa teman lama semasa SNMPTN 2008. Untuk teman-teman yang sudah melewati masa-masa itu, semoga kisah ini mengingatkan kita kembali akan semangat kerja keras pada saat menjelang SNMPTN, juga sebagai bentuk syukur bahwasanya kita sangat beruntung diberi kesempatan untuk menjalani perkuliahan, satu bangku yang kita dapat dari ribuan pelamar yang memperebutkan. Semoga bisa mengingatkan kita akan masa-masa indah itu untuk diceritakan ke anak-cucu kelak. Apa yang Allah kasih itu yang terbaik buat kita dan sekarang saatnya kita meneruskan perjuangan dengan semangat yang sama besarnya atau bahkan lebih dibanding saat menjelang SNMPTN dulu. Buktikan kalau Allah nggak salah menitipkan amanahnya pada kita, buktikan bahwasanya kitalah orang-orang yang terbaik pada setiap bidang yang kita jalani.

Untuk adik-adik yang akan menjalani SNMPTN 2011, memang kisah Rania bukan kisah nyata. Kisah Rania adalah kompilasi dari beberapa teman yang pastinya ada di dunia nyata =). Semoga bisa menjadi bahan bakar perjuangan. Dari kisah Rania ini, ada beberapa pesan yang insyaAllah bisa menjadi tips menjelang SNMPTN:

1. Niatkan untuk beribadah, luruskan niat
Suatu perbuatan itu dinilai dari niatnya, kalau niatnya baik, insyaAllah berkah akan mengiringi, kemudahan demi kemudahan akan ditemui 

2. Konsultasikan jurusan pilihan kita pada orang tua
Sebagai penanggung biaya sekolah kita, tentunya kita tidak bisa memaksakan kehendak menginginkan suatu jurusan tertentu yang mungkin tidak sesuai dengan kondisi keuangan orang tua. Selain itu, orang tua insyaAllah bisa mengarahkan kita, memberikan saran-saran yang membantu. Ridho Allah kan ada pada ridho orang tua. Pastikan orang tua menyetujui jurusan yang kita pilih, supaya mendapat berkah pada setiap langkah kita.

3. Berusaha keras, rajin-rajin mengerjakan latihan soal
Ya pastinya setiap keinginan harus dibarengi dengan usaha. Allah ingin melihat seberapa keras usaha kita. Tunjukkan pada-Nya bahwasanya kita bisa. Nothing is impossible. Kalau Allah berkehendak apa pun penghalangnya ndak akan berarti. Latihan soal insyaAllah akan mempertajam pikiran kita dalam menyelesaikan soal. Semakin banyak berlatih maka kita akan semakin lancar mengerjakan soal karena sudah terbiasa dengan soal dan tahu bagaimana solusinya.  

4. Ukur kemampuan, misalnya dengan try out
InsyaAllah try out bisa memberi gambaran seberapa kemampuan kita. Jika rata-rata try out mendapat skor X maka kurang lebih kemampuan kita ada di situ. Pilihlah jurusan dan universitas yang sesuai dengan rata-rata skor. Bisa juga pilihan pertama sedikit di atas X, tapi pastikan pilihan kedua ada di bawah X supaya kesempatan untuk lolos tetap terbuka. SNMPTN adalah kesempatan satu kali dalam setahun, jangan gegabah mengambil keputusan karena jika salah harus mengulang di tahun selanjutnya.

5. Lengkapi dengan istikharoh dan sholat malam
Keputusan besar akan diambil, sertakan Allah dalam pengambilan keputusan. Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk kita, sekali pun kita sudah mengukur baik-buruk, yang mengetahui rahasia masa depan hanya Allah yang menggenggam hidup kita. Sholat malam itu penting, Allah akan mengangkat derajat kita di sisi-Nya kalau mengerjakannya secara istiqomah. Banyak orang yang berhasil mendapatkan kehidupan sukses berkah kebiasaannya menjalankan sholat malam. Kalau pun kita belum mampu, Allah akan memampukan kita dengan karunia-Nya. InsyaAllah

6. Berbaik sangka pada-Nya
Allah sesuai dengan prasangkaan hamba-Nya, jadi harus yakin ya. Kalau kita optimis insyaAllah langkah-langkah ke depan akan terasa ringan dan penuh semangat (optimis akan membuat kita makin kuat menjalani aktivitas)

7. Orientasi pada Manfaat
Pastikan bahwa jurusan yang kita pilih adalah yang paling bisa kita lakukan untuk memberikan manfaat bagi sesama. Dari semua ilmu yang kita dapat, dari semua textbook yang kita baca, setinggi apa pun ilmunya tidak akan ada nilainya jika tidak memberi manfaat bagi sesama. Ilmu walau sedikit akan lebih baik jika ditebarkan, dari pada ilmu yang setinggi langit tapi disimpan sendiri

8. Istirahat seminggu menjelang ujian
Supaya otak fresh, tidak terbebani, dan tidak kelelahan di ‘medan perang’. Cara ini sudah saya buktikan dan insyaAllah bermanfaat =)

9. Tawakkal, serahkan semua sama Yang di Atas
Ada banyak faktor yang menentukan lulus tidaknya seseorang pada SNMPTN, mulai dari kemampuan akademik, kesiapan mental, hingga permasalahan teknis seperti pensil yang sesuai, lembar jawaban komputer yang tidak cacat, datang tepat waktu, dan lain-lain. Semua faktor yang menentukan tersebut harus diperhatikan dengan baik. Namun, kembali lagi, Allah yang memutuskan. Allah pasti memberikan yang terbaik, lapangkan hati seluas langit dan bumi, ikhlas menerima keputusan-Nya. Wallahu ‘Alam

Oya satu lagi, menurut salah satu guru SMA saya, rajin-rajin juga bersedekah, rajin-rajin membantu orang tua, sholat subuh jangan telat (Pada saat itu malaikat turun dan melihat kita sholat). InsyaAllah akan dimudahkan urusan kita. Ya tapi sedekahnya harus ikhlas yaa..hhehe

Semoga bermanfaat =)