Pages

Selasa, 21 Desember 2010

Kaderisasi Ideal: Tonggak Lahirnya Generasi Emas Bangsa

Tulisan yang saya publish kali ini adalah salah satu tugas pemutihan ospek saya, ACHILLES 2010. Semoga bermanfaat =)


Kaderisasi Ideal: Tonggak Lahirnya Generasi Emas Bangsa

Ibarat pertandingan lari secara estafet, dimana pelari pertama menyerahkan tongkat estafet ke pelari kedua, pelari kedua menyerahkan tongkat ke pelari ketiga, dan begitu pula seterusnya hingga pelari terakhir mencapai garis finish. Kurang lebih seperti itulah perjalanan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan. Pelari pertama diibaratkan sebagai seorang kakak senior dan pelari kedua adalah adik junior yang pada waktunya akan menerima ‘tongkat estafet’ berupa amanah dan tanggung jawab untuk menjalankan roda pergerakan kemahasiswaan yang telah dirintis oleh kakak seniornya. Semua pelari bertujuan menyampaikan tongkat estafet ke garis finish yang dapat diartikan sebagai tujuan bersama dalam mewujudkan visi-misi organisasi kemahasiswaan. 

.:: seorang adik pada waktunya akan menerima ‘tongkat estafet’ berupa amanah dan tanggung jawab

Seorang kakak tidak akan selamanya mengemban amanahnya. Pada akhirnya, ia akan menyerahkan amanah tersebut kepada adiknya yang harapannya memiliki semangat, ide-ide, dan energi yang baru. Namun, sebelum seorang kakak menyerahkan amanah dan tanggung jawab yang diembannya kepada adiknya, ia perlu membantu sang adik untuk mempersiapkan diri sehingga ia menjadi orang-orang terbaik yang memiliki kualitas tinggi untuk mengemban amanah tersebut. Proses tersebut dilakukan dalam suatu alur kaderisasi yang dilakukan secara bertahap dan bertingkat.
           
Untuk menghasilkan kader-kader terbaik, tentunya dibutuhkan proses kaderisasi yang baik pula, dimana nilai-nilai yang ingin ditanamkan seorang kakak kepada adiknya dapat ditumbuhkan sesuai tujuan akhir yang diharapkan. Menjaga komitmen adalah suatu hal yang harus ada dalam diri seorang kakak mulai dari dari nol hingga saatnya pergantian. Seorang kakak harus mengerti tanggung jawabnya, tidak hanya berkontribusi sampai masa kepengurusannya berakhir, tetapi juga hingga masa pergantian kepengurusan dimana ia berkewajiban untuk mendidik adik-adiknya.

Ada nilai-nilai yang harus ada dalam proses kaderisasi agar berhasil melahirkan kader-kader terbaik yang memiliki semangat dan komitmen yang tak mati. Nilai-nilai tersebut diantaranya:

1. Religius
Agama adalah penuntun hidup, dimana ialah yang akan mengarahkan segala tindakan manusia sehingga manusia dapat menjalanan hidup sesuai fitrahnya. Kegiatan kaderisasi yang baik haruslah memegang teguh nilai-nilai religiusitas dalam kegiatannya. Nilai religiusitas ini dapat dimunculkan dalam kegiatan kaderisasi misalnya dengan mengadakan ice breaking dengan pesan-pesan moral, memutar video-video dengan pesan-pesan religius, memotivasi adik dengan memberikan kata-kata mutiara di sela-sela kegiatan atau pun di log book kaderisasi, dan mentoring intensif bersama (sesuai dengan kepercayaan masing-masing).

2. Mendidik dengan Hati
Hati adalah kunci utama dalam menciptakan suatu perubahan. Seseorang bisa berubah ketika telah disentuh hatinya. Hati adalah bagian terpenting dalam diri seorang manusia. Manusia dianugerahkkan mata, telinga, dan hati supaya ia bisa merasakan. Jika mata buta, seseorang masih memiliki perasaan yang ada dalam hati sehingga ia dapat melihat dengan hatinya. Jika telinga yang tuli, ia masih bisa mendengarkan suara hatinya. Hati inilah yang sejatinya tidak menjadi buta, tidak menjadi tuli, dan tidak pula mati. Ketika hati ini baik maka baiklah semua yang ada dalam diri seorang insan. Hati ini hanya dapat disentuh dengan hati. Hati tersebut menyentuh dengan kelembutan akhlak. 

 .:: mendidik dengan tulus ikhlas, dengan hikmah, dan dengan kelembutan hati

Seorang kakak ketika mendidik dengan tulus ikhlas, dengan hikmah, dan dengan kelembutan hati maka adalah suatu keniscayaan bahwasanya sang adik akan tersentuh dan menurutinya. Ketika seseorang telah tersentuh hatinya, telah dilunakkan hatinya untuk memperoleh suatu ilmu maka ilmu tersebut akan mengakar dengan kuat di dalam dirinya. Mendidik dengan hati artinya menggunakan cara-cara yang baik, tidak dengan kata-kata atau perbuatan yang kasar.

3. Kakak sebagai Role Model
Seorang kakak kadangkala tidak memahami urgensinya sebagai teladan bagi adiknya. Jika seorang adik melakukan kesalahan maka sejatinya seorang kakak berkaca diri apakah perilaku adiknya tersebut adalah apa yang telah ia contohkan. Memberi teladan yang baik bagi seorang adik dapat dilakukan seorang kakak mulai dari hal yang kecil misalnya mencontohkan cara berpakaian yang baik, sebagai contoh, sebagai seorang tenaga medis yang nantinya akan berhubungan dengan manusia maka sepantasnya ia menggunakan pakaian yang menjadi standar pakaian seorang tenaga medis, yaitu menggunakan celana/rok bahan, tidak menggunakan kaos, menggunakan sepatu, serta berpakaian yang bersih, rapi, dan tidak menebarkan bau yang tidak sedap. Seorang pasien ketika bertemu dengan tenaga medis maka yang pertama kali ia lihat adalah penampilan tenaga medis tersebut. Ia bisa percaya, menghormati, atau pun meremehkan seorang tenaga medis hanya dikarenakan cara berpakaiannya.

Berkata-kata yang baik, jujur, disiplin, dan menepati janji adalah contoh-contoh teladan baik yang harus dimiliki seorang kakak sehingga ketika sang adik tidak bisa mengikuti apa yang telah dicontohkan kakaknya, ia akan merasa malu dan dengan otomatis ia akan berusaha untuk menjadi sama baiknya atau pun lebih baik daripada kakaknya.   

4. Memberi Bimbingan
Seringkali seorang kakak mengharapkan sang adik untuk menjadi lebih baik dari dirinya dan tidak mengulangi kesalahan yang telah ia perbuat. Namun, harapan tersebut tidak jarang pula tidak diikuti keistiqomahan sang kakak untuk membimbing adiknya dalam mewujudkan harapannya tersebut. Ia mengharapkan sesuatu yang ‘lebih’ tetapi hanya sebatas di hati dan lisan saja, tidak ada tindakan nyata yang ia wujudkan dalam mencapai tujuan itu.

 .:: memberi bimbingan yang jelas dan transparan serta bukan membingungkan

Seorang kakak sejatinya memberikan bimbingan kepada adiknya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah ia peroleh. Pengalaman yang diperoleh tersebut akan menjadi pelajaran terbaik untuk membimbing sang adik hingga akhirnya ia bisa berjalan di atas kedua kakinya sendiri.  Membimbing sang adik, mengarahkan dari tidak tahu menjadi paham dan bisa menjalankan amanahnya dengan sebaik-baiknya. Memberi tahukan mana yang benar dan seharusnya dilakukan serta mana yang salah dan sebaiknya dihindari, memberi bimbingan yang jelas dan transparan serta bukan membingungkan adalah hal yang harus dilakukan sang kakak dalam proses membimbing adiknya.

5. Professional
Proses kaderisasi dilakukan secara professional, sungguh-sungguh, dan totalitas. Professional artinya adalah baik di segala sisi, berimbang di setiap bidang, dan tidak overlapping. Berkompeten saja tidak cukup, dibutuhkan pula moralitas. Begitulah makna professional, ia baik dan dilakukan pula dengan cara yang baik. Nilai professionalitas tersebut dapat ditumbuhkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan semisal pemutaran video-video orang-orang sukses yang memiliki kepribadian unggul dan mengenalkan amanah yang akan ia emban dengan melakukan diskusi dan tanya jawab.

6. Keakraban Kakak dengan Adiknya
Seorang siswa bisa begitu membenci atau menyukai suatu mata pelajaran di bangku sekolah juga sangat dipengaruhi oleh siapa pendidiknya. Dalam hal ini, pendidik apakah orang yang kaku ataukah orang yang akrab dan bisa diajak bercerita oleh siswanya. Membuka komunikasi dapat dilakukan dengan cara mengakrabkan diri terlebih dahulu. Sejatinya tidak ada istilah ‘senioritas’ diantara kakak dan adik karena tujuan yang ingin dicapai bersama menuntut kerjasama yang sinergis dimana kerjasama tersebut akan memberikan hasil lebih jika dibandingkan kemampuan masing-masing individu jika diakumulasikan. Kakak dan adik bekerjasama sebagai kolega atau pun sejawat yang sejajar sesuai dengan perannya masing-masing. Rasa hormat adik kepada kakak tidak akan berkurang, tetapi akan terus lebih dan lebih jika sang kakak dapat memposisikan dirinya sebagai kakak yang mengayomi dan tidak dengan paksaan.

7. Solidaritas

.:: kerjasama untuk mencapai satu tujuan bersama

Kerjasama dapat memberikan hasil yang baik jika didalamnya terdapat cinta akan kebersamaan itu sendiri. Suatu keniscayaan bahwasanya seseorang tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain sehingga dibutuhkan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Kerjasama ini dapat ditumbuhkan dengan komunikasi yang baik dan juga melalui kegiatan-kegiatan yang menuntut kerjasama antarindividu, misalnya melalui kegiatan outbond sehingga setiap individu sadar bahwasanya mereka berada dalam suatu organisasi, satu tubuh dimana ketika satu bagian sakit, maka bagian tubuh yang lain akan merasa sakit pula.

8. Komitmen
Komitmen dalam menjalankan amanah. Komitmen dalam menjaga motivasi dan semangat. Komitmen dalam menyuguhkan madrasah terbaik yang melahirkan generasi emas bangsa.

.:: seperti obor yang terus menyala, komitmen untuk terus memberikan cahayanya

Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain. Seorang kakak harus menjaga komitmennya dalam mendidik adik-adiknya dan menanamkan sifat tersebut pula kepada adiknya. Komitmen adalah suatu sikap istiqomah, menjaga nilai-nilai yang telah ditanamkan agar tetap hidup dan terjaga. Sebuah batu yang keras dapat dilubangi oleh tetesan-tetesan air hujan yang lembut, yang istiqomah menerpanya. Begitu pentingnya suatu komitmen sehingga nilai tersebut harus ditanamkan secara baik oleh seorang kakak kepada adiknya.

Nilai-nilai tersebut jika diaplikasikan dalam proses pengkaderan maka harapannya akan lahirlah kader-kader yang memiliki religiusitas, berakhlak mulia, berkompeten di bidangnya, dapat bekerja secara sinergis, professional dan altruistik, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk kemajuan bersama.

Kita mulai dari diri sendiri, dari sekarang, dan dari hal yang terkecil sebagai tonggak lahirnya generasi emas terbaik bangsa.

Selasa, 14 Desember 2010

Menyelami Waktu bersama Sahabat Senja


Berawal dari kejenuhan kami dengan kesibukan kampus,  H-22 UAS Biomed, tugas learning issue PBL, tugas PPKn, tugas agama, dan tugas-tugas lain yang harus kami kerjakan sebagai mahasiswa semester satu, jadilah saya dan salah satu sahabat saya mencari celah dalam hiruk pikuknya segala aktivitas. Mencari ketentraman hati di sudut kegelisahan yang begitu mendominasi. Akhirnya berangkatlah kami berdua ke tempat terbaik yang bisa kami temukan di Surabaya, Masjid Al Akbar.

.:: Masjid Al Akbar Surabaya

Selama dua jam kami berada di sana. Tidak lama memang, tapi cukup memberikan kesejukan dan kelapangan hati yang sejak kemarin terbebani oleh tugas yang diberikan oleh kakak angkatan. Sedikit membahas tentang tugas dari kakak angkatan itu, saya tidak berencana untuk melakukan advokasi apa pun tentang tugas itu mengingat begitu susahnya birokrasi di sini dan betapa sibuknya kehidupan kami, maka saya memutuskan untuk tidak memprioritaskan tugas dari kakak angkatan tersebut. Saya rasa sepertinya ada banyak hal yang bisa lebih saya prioritaskan mengingat peran kami disamping sebagai seorang junior juga sebagai seorang khalifah dan sebagai seorang anak yang pada pundak kami ditumpukan amanah untuk BELAJAR dan hanya belajar. Kalaupun akibat keputusan saya tersebut saya terancam tidak bisa berkontribusi dalam keluarga mahasiswa berarti saya memang difasilitasi untuk berada di UNAIR hanya untuk belajar. Salah satu teman dekat saya pun mengatakan “Terkadang kita perlu menutup mata”. Selama sebulan ini saya dibingungkan oleh rencana memperbaiki kondisi kampus, pulang ke Malang untuk berkonsultasi dan mengambil data-data. Rasa-rasanya saya mulai disibukkan oleh hal yang tidak seharusnya yang membelokkan saya dari niat awal menuntut ilmu di kampus baru. Ya mungkin ALLAH berkehendak lain, mungkin belum waktunya.

Kembali lagi ke Masjid Al Akbar, saya dan sahabat saya tersebut mengisi waktu dengan mengakaji dan mengelilingi masjid. Ini kali ketiga saya ke masjid ini sekaligus pertama kalinya saya benar-benar mengelilingi setiap sudutnya.

.:: Ruang utama masjid Al Akbar
.:: Maket masjid yang berada di depan ruang utama

Ketenangan hati yang kami dapat di sana, ingin kami rasakan kembali dengan mengagendakan satu hari di tiap pekan untuk berada di sana. Dan jadilah saya menyebut sahabat saya tersebut sebagai Sahabat Senja, sahabat untuk menyelami waktu senja bersama, saling mengingatkan dan saling menasihati.

.:: Saling mengingatkan dan saling menasihati

Untuk teman-teman yang mengharapkan hadirnya ketenangan hati, ada satu potongan lagu favorit saya dan sahabat senja..

So when the time gets hard
There’s no way to turn
As He promises to you
He’ll always be there
To bless us with His love and His mercy coz
As He promises to you
He’ll always be there

He’s always watching us, guiding us
And He knows what’s in our little heart
So when you lose your way
to Allah You should turn
As He promises to you He’ll always be there ...

Maher Zein – Always be There

Menyandarkan segala keluh kesah pada Yang Maha Kuat, menyandarkan segala harapan pada Yang Maha Hidup. Semoga masa muda kita bisa kita pertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya karena masa muda adalah masa yang akan ditanya secara khusus oleh ALLAH. Gunakan potensi dan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Jiwa, raga, hati, dan pikiranmu, gunakan untuk selalu berproses menjadi cerdas. Cerdas yang berarti memahami tujuan penciptaan dirinya dan selalu ingat bahwa dirinya akan mati, bertemu dengan Tuhannya untuk mempertanggung jawabkan kehidupannya di dunia.

.:: Al Kayyis: Menjadi manusia cerdas

Minggu, 28 November 2010

Berbaik Sangka Kepada Allah



T
ulisan di bawah ini saya ambil dari sebuah buku karya Arief Alamsyah Nasution, The Way to Happiness. Di dalamnya terdapat kisah-kisah yang inspiratif, kisah-kisah yang membangkitkan segala asa dan harapan untuk mencapai kebahagiaan. Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca karena sesungguhnya saat ini “Masyarakat kita sedang letih” dan butuh untuk mendapatkan kembali ketenangan hati yang insya Allah bisa didapat setelah memahami isi buku ini dengan baik.

.:: Buku yang menginspirasi yang sangat saya sarankan untuk dibaca


Allah pernah berfirman dalam sebuah hadis Qudsi, “Aku sebagaimana yang dipersangkakan oleh hamba-Ku”, Ya, kekhawatiran dapat kita hapuskan dengan berbaik sangka dengan setiap keputusan Tuhan. Berbaik sangka kepada Allah artinya selalu mereka-reka takdir Allah dengan sesuatu yang positif.

Untuk memahami dimensi kedua ini ada sebuah kisah nyata yang luar biasa, tentang seorang guru yang ingin menjadi astronot luar angkasa.

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Aku juga buka seorang pilot. Aku hanyalah seorang guru. Ketika ada kesempatan dari gedung putih untuk mencari warga biasa untuk ikut penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger, aku melamar.

Begitu bahagianya diriku ketika amplop berlogo NASA yang berisi undangan untuk ikut seleksi saya terima. Aku terus berdoa dan ternyata doaku selalu terkabul karena aku lulus seleksi demi seleksi.

Dari semula 43.000 pelamar kemudian menjadi 10.000 orang dan aku menjadi salah satu dari 10.000 orang itu. Kemudian menjadi tinggal 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara, dan serangkaian tes lainnya. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini? Tuhan, biarlah diriku terpilih… begitu doa di hatiku.

Lalu tibalah pengumuman itu. Ternyata NASA memilih Christina Mc Caufliffe. Aku kalah. Hidupku hancur, dan aku merasa depresi. Rasa percaya diriku lenyap. Amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku bertanya kepada Tuhan, kenapa bukan aku? Mengapa Engkau tak berlaku adil padaku Tuhan? Mengapa Engkau tega menyakiti hatiku Tuhan? Aku pun menangis di pangkuan ayahku. Sambil memeluk dia berucap, “Semua terjadi karena suatu alasan….”

Selasa, 28 Januari 1986. Aku berkumpul bersama temna-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku berkata kepada Tuhan, “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku?”

Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku. Saat itu Challanger meledak dan menewaskan semua penumpangnya.

Aku teringat kata-kata ayahku, “Semua terjadi karena suatu alasan….” Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walau aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah, aku seorang pemenang.

Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, Frank Slazak


Subhanallah…  saya baca itu dalam Jamil Azzaini, Kubik Leadership. Cerita itu membuka mata kita, me-reframing kita, mengubah jendela kita bahwa Allah memang baik, bahwa Allah memang mengasihi kita, bahwa Allah menyayangi kita; bahwa rencana Allah pastilah rencana yang baik buat kita.

Saudaraku, mungkin sesuatu yang membuat kita bersedih dan menangis hari ini adalah sesuatu yang justru akan membuat kita tersenyum esok hari. Tetapi, kita harus tetap bertahan untuk menyambut saat paling bahagia itu datang kelak. Dengan begitu, kita akan terus memiliki sebuah harapan. Orang bahagia adalah orang yang selalu menyalakan lilin harapan di dalam hatinya. Orang bahagia adalah orang yang selalu menemukan celah sesempit apa pun untuk berbaik sangka, saat orang lain menganggap tidak ada celah sedikit pun untuk baik sangka itu. Orang bahagia adalah orang yang percaya Rabb-nya adalah Rabb yang baik kepadanya.

 .:: orang bahagia adalah orang yang menyalakan lilin harapan di hatinya

Sedikit bercerita tentang berbaik sangka..

Sekeras, sekejam, dan semenyedihkan apa pun kejadian yang menimpa kita, sesungguhnya ada hikmah di balik kejadian itu. Sesungguhnya kejadian itu adalah yang terbaik bagi kita. Sekitar satu dua bulan yang lalu, saya merasa begitu bahagia akan suatu hal, namun tiba-tiba kebahagiaan itu hilang digantikan oleh kekecewaan dan kesedihan yang mendalam. Saya sempat terpuruk untuk beberapa saat karena realita yang ada berbeda dengan harapan yang selama ini saya tanamkan baik-baik dalam pikiran saya. Saya berusaha merelakan.

Dan hari ini, hari yang saya harapkan bisa menjadi turning poin dari segala kesedihan saya. Tetap melaju mencapai puncak tertinggi dari harapan seorang makhluk kecil. Sekali pun tanpa kata, sekali pun tanpa penjelasan, saya harapkan pada akhirnya saya benar-benar bisa mengikhlaskan. Berbaik sangka pada-Nya, bahwa pada saatnya nanti ia akan memberikan ketetapan-Nya padaku. Kebahagiaan akan datang pada saatnya nanti, pada saat yang tepat. Dan yang perlu dilakukan sekarang adalah membuka bab baru dari buku berjudul kehidupan dan menuliskannya dengan tinta emas perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan.  

“Barangsiapa Kuambil dua kekasihnya (matanya) tetap bersabar, maka Aku akan mengganti kedua (mata)nya itu dengan surga”
(Al-Hadist)

Everything happen for a reason…. Sekali pun pada awalnya ketidakrelaan yang hinggap di dada. Kesedihan dan air mata itu akan digantikan oleh kebahagiaan dan senyum di wajah pada saatnya nanti.

“Barangsiapa Kuambil orang yang dicintainya di dunia tetap mengharapkan ridha(Ku), niscaya Aku akan menggantinya dengan surga”
(Al-Hadist)


 .:: Berbaik sangka dalam setiap lantunan doa kita, menghiasinya dengan harapan
 

Apa pun yang terjadi pada diri kita, itu adalah yang terbaik yang digariskan dalam kitab-Nya. Yang perlu kita lakukan adalah tetap berusaha, bersabar, dan berpasrah. Bersabar hingga saat datangnya ketetapan itu. Berpasrah, yang berarti menyerahkan semua pada ketetapan-Nya, bukan berarti berputus asa dan tidak berusaha. Berbaik sangka pada-Nya karena sesungguhnya Allah adalah sesuai dengan persangkaan kita. Semoga kisah hidup kita dapat bermuara pada suatu kebahagiaan yang hakiki. Yang hanya dari-Nya kebahagiaan itu bisa kita dapatkan.


  .:: di setiap sudut doa-doa kita, harapan itu masih ada


Selamat atasmu karena kesabaranmu. Maka, alangkah baiknya tempat kesudahan itu
(QS. Ar-Ra’d: 24)

Jumat, 12 November 2010

Catatan Kecil dari SITOKIN

SITOKIN adalah salah satu rangkaian kegiatan  kaderisasi bagi pengurus ASSALAM yang dilaksanakan secara bertahap. SITOKIN itu sendiri merupakan singkatan dari Islamic Leadership Motivation & Dakwah Training. Kegiatan ini berisi orientasi tentang ASSALAM dan juga pengenalan peranan mahasiswa dalam dunia organisasi dan dunia dakwah. Yang ingin saya sampaikan disini bukan catatan saya selama mengikuti SITOKIN, tetapi hanya satu catatan dari salah satu materi yang saya dapat dari pertemuan ketiga SITOKIN, Minggu, 7 November 2010, yaitu Komunikasi Akrab. Semoga bermanfaat!

Komunikasi memegang peranan yang penting dalam menjaga hubungan dan keakraban antarpersonal. 80% kegiatan kita dalam satu hari adalah berupa komunikasi. Komuniasilah yang dapat membuat orang lain senang, namun komunikasi pulalah yang dapat membuat orang lain membenci kita. Ia ibaratnya pisau bermata dua. Bisa menjadi suatu kekuatan di satu sisi, namun bisa menjadi kelemahan di sisi lain. Niat yang baik jika tidak dikomunikasikan dengan baik akan menimbulkan kesalahpahaman yang dapat berdampak pada timbulnya konflik. Sebagai contoh, salah satu kelakar bapak pembicara:

Terkisahlah sepasang suami istri yang malam itu sedang bertengkar. Mereka tidur di atas satu ranjang, namun saling memunggungi satu sama lain.

Suami: (dalam hati) “Waduh, besok pagi jam 5 aku musti ke bandara, tapi aku ga bisa bangun pagi, biasanya istri ni yang bangunin. Mau minta tolong sekarang ya gengsi laaa”

Akhirnya si suami hanya menulis catatan di secarik kertas dan ia letakkan di meja yang berada di sisi kasur  dekat dengan sang istri.

Keesokan harinya si suami terbangun pada pukul 07.00. Tentunya ia sangat terlambat dan akhirnya hanya bisa meluapkan segala kekesalannya dengan marah-marah kepada istrinya.

Suami: “Mama ini gimana si, kan uda papa minta untuk bangunin. Jam 5 papa harus uda berangkat ke bandara!”

Istri: “Loh, tadi uda mama tulis kok di kertas, di meja deket kasurnya papa, tulisannya “Pa, BANGUN!””

Naaaah itu dia salah satu bentuk komunikasi yang niatnya baik, tapi caranya kurang baik sehingga informasi yang disampaikan tidak bisa dipahami sesuai dengan maksud si komunikator.  Ada cara-cara dan ada aturan-aturan yang perlu kita penuhi guna mencapai komunikasi yang efektif. Namun, diluar tujuan efektifnya itu, kita perlu membangun komunikasi yang akrab sehingga keefektifan itu bisa didapat. Mengapa? Karena pada umunya, ketika kita belum mengenal seseorang yang artinya disini kita belum akrab maka komunikasi yang efektif akan sangat sulit terjalin. Ada tembok besar yang menghalangi kemampuan kita untuk menggali informasi . Tembok besar inilah yang semestinya kita runtuhkan dalam rangka menjalin komuniasi efektif dengan cara menjalin keakraban sehingga tujuan komunikasi efektif bisa tercapai.

.:: gambaran akibat dari niat baik yang tidak dikomuniasikan dengan baik


Komponen-komponen dalam menjalin komunikasi akrab adalah rasa aman, suportif, serta membuka diri Di bawah ini saya akan mencoba menceritakan kembali apa yang telah disampaikan oleh bapak pembicara dalam menjalin komunikasi akrab:

1. AMAN
Untuk menjalin komunikasi akrab maka kita perlu menciptakan suasana yang aman dimana orang yang sedang kita ajak untuk berkomunikasi merasa bahwa dirinya aman, tidak merasa tertekan ataupun terhina. Hal-hal yang dapat menimbulkan rasa aman bagi teman berkomunikasi diantaranya:

1.1 Hindari memotong pembicaraan
Ini adalah penyakit yang sering kali kita lakukan ketika teman sedang bercerita. Apa pun yang ia katakan pada kita, cukup kita dengarkan walaupun kita tidak setuju. Kalau diakhir pembicaraan kita dimintai pendapat baru itulah saatnya kita mengutarakan pendapat kita. TAHAN DULU. Sama halnya ketika kita sedang menonton film. Sekalipun kita sudah tahu jalan ceritanya cukuplah kita lihat saja tanpa berkomentar karena hal itu akan sangat mengganggu bagi orang lain di samping kita yang ingin menikmati film tanpa gangguan.

1.2 Jangan merusak kebahagiaan orang
Biarkan ia bercerita, jangan berkomentar yang sekiranya akan mengurangi kebahagiaannya.

Contoh 1:
Akhwat 1: “Eh, kemarin aku beli jilbab X di TP harganya 90ribu lo..ni.. bagus kan?”
Akhwat 2: “Ya, itu mah aku kemarin juga uda beli, sama persis di PGS, cuma 50ribu loooooo”
Akhwat 1: “Yaaaa, tau gitu aku tanya kamu dulu ya”

Nah, itu dia yang membuat orang lain yang tadinya begitu bahagia menjadi “tidak begitu bahagia” akibat komentar kita. Cukuplah ia merasakan kebahagiaannya, janganlah kita merusak kebahagiaannya dengan celetukan kita. PIKIRKAN BAIK-BAIK SEBELUM BERKOMENTAR.

Contoh 2:
Ketika adik kita sedang asyik menghitung semut dengan keras-keras
Adik: “Satu… dua…tigaaaa..empat..limaaa…enaaaam..tujuuuuh”
Kakak: “ Aduh dek gitu aja lama ngitungnya..  Nih kakak itungin,, ada 30 tu dek. Gampang banget kan”
Sesuatu yang bagi kita sepele boleh jadi adalah sesuatu yang besar bagi orang lain. Setiap orang punya standar yang berbeda. Jangan men-judge ini itu karena SETIAP ORANG MEMILIKI UKURAN KACAMATA YANG BERBEDA.
 
1.3 Hindari membandingkan
Menghindari membandingkan itu sendiri dikarenakan setiap orang tidak suka direndahkan. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing YANG SIFATNYA UNIK dan tidak bida dibandingkan. Membandingkan itu sejatinya menyandingkan 2 obyek yang memang sebanding untuk diperbandingkan, sedangkan tiap-tiap manusia memiliki karakteristiknya masing-masing.

1.4 Jika marah gunakan kata-kata yang baik
Pada saat kita marah, umumnya kata-kata yang akan kita keluarkan adalah sebagai ungkapan kekesalah saja, ada emosi di dalamnya sehingga apa yang kita sampaikan cenderung tidak logis dan tujuannya bukan untuk mengingatkan. Tahan dulu dan pilih kata-kata yang baik.
1.5 Hindari celetukan
Semisal ada teman kita yang gemuk lewat di depan, kita menyeletuk “Ati-ati..gempa gempa..”. Nah, mungkin itu lucu untuk kita dan teman-teman yang lain, namun ingat.. orang yang menjadi subyek celetukan BISA SAJA SAKIT HATI akibat becandaan kita tersebut.

1.6 Jangan mengungkit
Jangan pernah mengungkit yang kemarin-kemarin. Yang berlalu biarlah berlalu karena kita semua, aku dan kamu, sedang dalam tahap BELAJAR menjadi lebih baik.

1.7 Gunakan ukuran sepatu yang sama
Pastikan orang yang kita ajak berbicara dapat memahami maksud ucapan kita. Sesuaikan tingkat pengetahuan dengan lawan bicara kita. Jangan menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dipahami lawan bicara kita.

2. SUPORTIF

2.1 Jangan menyalahkan
Ketika kita ingin memberi saran kepada teman, hal yang perlu kita ingat dan kita garis bawahi adalah: jangan sampai dalam penyampaian maksud baik kita ada kesan menyalahkan. Tunjukkan kelebihannya, jangan kekurangannya, dengan tidak menampakkan kesalahannya, kreatif, dan tunjukkan yang positif saja.
Contohnya ketika si A mengolok si B, lalu si B bermaksud mengingatkan si A bahwasanya perbuatannya itu tidak mengenakkan hati. Cara yang bisa dilakukan si B adalah dengan berbincang-bincang dengan teman yang lain lalu mengatakan “Seandainya kamu dibeginikan kira-kira sakit hati ndak?” Nah, ngomongnya itu kalau bisa waktu si A denger jadi dia bisa mengevaluasi diri dan tentunya belajar untuk menjadi lebih baik.

2.2 Berikan motivasi
Segala yang terjadi bagi seorang muslim adalah yang terbaik yang diberikan oleh-Nya. Tergantung bagaimana kita memandangnya. Apa pun yang terjadi, pastikan bahwa kita senantiasa ber-khusnudzan pada-Nya. Dalam HR Muslim dikatakan

“Sungguh aneh orang mukmin itu, seluruh keadaan yang menimpa dirinya dianggap sebagai kebaikan bagi dirinya. Hal seperti ini tidak akan dapat ditemui pada siapapun kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan kemudian ia bersyukur, maka hal itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kesusahan kemudian ia bersabar, maka hal itu akan mendatangkan sebuah kebaikan bagi dirinya”

Semisal teman kita mendapatkan nilai D pada suatu mata kuliah tertentu, ambil sudut pandang positif, atakan padanya bahwasanya itu adalah cara Allah untuk mengingatkan supaya belajar dengan lebih giat. Pada saat itu Allah sedang mengingatkan untuk menjadi lebih baik karena sesungguhnya “Kegagalan adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah akan arti kesungguhan”

3. Membuka diri
Membuka diri bisa dimulai dengan berbagi pengalaman. Sebelum bertanya, coba ceritakan pengalaman kita untuk membuka pembicaraan. Selain itu untuk membuka diri pastikan kalau kita mau dievaluasi. Kalau kita mau menasihati, kita harus mau juga diingatkan. Harus mau dievaluasi baru bisa mengevaluasi.

Dan diakhir sesi bapak pemateri mengingatkan kita:

Jangan pernah berputus asa, kejar terus segala asa dan cita karena menurut Thomas Alfa Edison, “Kebanyakan orang gagal tidak menyadari betapa dekatnya mereka ke titik sukses saat mereka memutuskan untuk menyerah” Kita tidak pernah tahu berapa langkah lagi kita menuju kesuksesan, bisa jadi satu dua atau lebih, yang penting kita tetap berusaha. Jangan berputus asa karena menurut firman-Nya

"..dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir."
(QS Yusuf: 87)
 
Sandarkan segala sesuatunya kepada Yang Tidak Pernah Menyerah, jangan berkonsentrasi pada masalah kita, tetapi berkonsentrasilah kepada Yang Bisa Menyelesaikan Masalah.

Untuk teman-teman yang sudah menunggu catatan ini untuk dipublish, ngaturaken sedaya kalepatan baru bisa ditulis sekarang. Seperti biasa, semoga catatan kecil ini bisa menghadirkan kebermanfaatan . Semangat!

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
(QS Al Ankabut: 69)

Rabu, 10 November 2010

Ini Keponakan Saya yang Keempat

Ini keponakan saya yang keempat...
Lahir Selasa, 9 November 2010
Semoga menjadi anak yang shalihah, membawa banyak kebermanfaatan, dan dapat memberikan ketenteraman hati bagi umat

 .:: Inilah keponakan saya yang keempat, Almira Khansa Azzahra

Untuk mbak Nanda dan mas Nizar, doaku



Barokallahu laka fil-mauhubi wasyakarta al-Wahib wabalagha asyuddahu waruziqta birrohu.

“Semoga keberkahan terlimpahkan kepadamu atas kelahiran ini. Bertambah syukurnya kepada Allah Yang Maha Pemberi karunia. Bisa melihatnya hingga dewasa. Dan dikaruniai kebaikan-kebaikannya serta keberbaktiannya.”

dan di akhir kisah ini kembali pikiranku terbang pada suatu asa..
to be called mother.......


.:: Kembali teringat pada sosok itu


.:: seorang istri dan seorang ibu...

Senin, 08 November 2010

Bicara Tentang Kedudukan Hati dalam Pendidikan dan Metamorfosis Kehidupan

“Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya tidak lain dan tidak bukan itulah yg dikatakan hati.”

Kawan-kawan tentunya masih ingat dengan hadits di atas, hadits yang menjelaskan tentang hakikat qalbu (hati) yang ada dalam diri setiap insani. Hati adalah satu bagian tubuh yang menjadi cerminan penggerak segala aktivitas kita. Ketika kita memperkenalkan diri “Nama saya Mia” maka bagian yang kita tunjuk dengan telapak tangan kita adalah dada, bukan kepala, bukan wajah, atau bagian lain dalam tubuh kita. Bagian yang dipentingkan dalam diri manusia bisa jadi menurut kita adalah akal, yang secara fisik berada di dalam otak, di kepala. Namun, pada saat memperkenalkan diri, bagian dadalah yang kita tunjuk. Bagian dada, tempat bersemayamnya hati. 

Hati adalah tempat dimana Allah mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam hati. Hati, tempat Allah menyentuhkan ajarannya pada para nabi dan rasul. Dan hati, sejatinya adalah bagian yang dipentingkan dalam diri manusia. Hati, yang jika dia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Hati, jika ia baik, maka akhlak pemiliknya akan baik, segala aktivitas dan sikapnya  akan merujuk pada suri tauladan Rasulullah. 

  .::Hati adalah tempat dimana Allah mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia

Menghadirkan Hati dalam Proses Pendidikan

Ketika seseorang menunjukkan sikap yang kurang baik maka yang perlu ditanyakan adalah “Apa yang dimakan oleh hatinya?” Karena hati yang mendapat makanan cenderung akan melahirkan sikap-sikap yang sesuai dengan makanan yang diberikan. Perubahan itu sejatinya dimulai dari hati dan hati hanya bisa disentuh dengan hati. Ya, dengan hati, bukan dengan kekerasan. Perubahan adalah proses dan proses itu membutuhkan arahan melalui pendidikan. Ketika kelak kita menjadi orang tua, untuk mengajarkan anak-anak kita tentang nilai-nilai Islam dan pendidikan hidup maka tanamkanlah dengan baik, dengan sentuhan hati, bukan dengan kekerasan, bukan dengan bentakan, bukan dengan kata-kata kotor, dan bukan dengan pukulan.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah. Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah.”
(HR. Ahmad)

Ketika kita mendidik dengan kekerasan, pada saat itu sesungguhnya kita sedang mengajarkan anak kita untuk mencoreng hatinya.

“Sesungguhnya orang beriman itu, kalau berdosa, akan terbentuk bercak hitam di qalbunya”.
(HR Ibnu Majah)

Jika telah terbentuk bercak hitam di hatinya, maka  bercak itu akan semakin meluas dan meluas karena hati kita jika baik maka kita akan cenderung berbuat yang baik-baik, memupuk kebaikan, dan meningkatkan kebaikan-kebaikan kita, tetapi sekalinya kita berbuat keburukan, maka kita akan cenderung melahirkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik.

Segala kebaikan itu ditanamkan melalui proses pendidikan. Pendidikan adalah seumpama batu pijakan untuk kita melangkah dan melompat lebih tinggi. Pendidikan itu yang akan menjadi dasar tindakan kita. Pendidikan yang PERTAMA KALI diberikan kepada kitalah yang akan mengakar kuat dalam hati yang nantinya akan mengarahkan segala tindakan-tindakan kita. 

Ketika seorang anak melakukan kenakalan terlebih dahulu yang harus kita tanyakan adalah “Pendidikan seperti apa yang diberikan oleh orang tuanya?” Lantas, mengapa bukan si anak langsung yang kita dakwa? Karena anak adalah umpamanya kain-kain putih, ia bersih dan tidak berwarna. Yang menjadikannya kain-kain berwarna-warni indah ataupun kain-kain rombeng adalah ORANG TUA mereka selaku PENDIDIK yang memberikan CELUPAN WARNA kepada mereka. Anak yang diamanahkan Allah SWT kepada orang tua terlahir dengan TIDAK MENGETAHUI APA-APA dan kitalah pada saatnya nanti yang akan mencelupkan warna-warna pada kain putih anak kita tersebut melalui pendidikan yang kita tanamkan padanya.


Mendidik dengan Kelembutan Hati dan Ketinggian Akhlak

Allah mengajarkan kita dalam kitab-Nya, 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[1] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” 
(QS An Nahl: 125)

Yang ditunjukkan dalam surat di atas adalah bagaimana cara kita bersikap terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dengan kita. Namun, pelajaran yang dapat diambil disini adalah SERULAH dengan cara yang HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK. Tentunya, motto kampus kita ini Excellence with Morality bukanlah sekedar simbol bahwasanya mahasiswa Airlangga adalah mahasiswa paripurna, memiliki kemampuan akademik yang excellence namun tetap berpegang teguh pada koridor MORAL yang excellence pula. Motto itu ibarat kunci kita dalam membuka pintu-pintu menuju chapter kehidupan kita selanjutnya, menggunakan ilmu yang kita dapat melalui proses akademik dengan tetap berpedoman pada moralitas yang terletak di HATI.

”Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” 
(Al-A’raf : 179)

Kita dianugerahkan oleh-Nya hati yang bersih yang dengannya kita akan tergerak melakukan segala aktivitas kita. Anugerah itu sejatinya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Memberikan sentuhan hati dalam setiap aktivitas pendidikan kita. Karena sekarang sudah bukan masanya kita mencari makan dengan kekerasan, dengan berburu seperti zaman purbakala dulu. Sekarang adalah masanya kita hidup dengan kebijaksanaan seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Memberi sentuhan hati dalam setiap aktivitas kita. Memberi sentuhan hati dalam setiap pengabdian kita. Memberi sentuhan dalam sholat kita. Memberi sentuhan dalam kegiatan belajar kita.

 
Lantas, akankah kita mendidik anak-anak yang telah diamanahkan kepada kita dengan kekerasan?

[1]Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.